Thailand sejak dulu dikenal punya banyak kemiripan dengan Indonesia. Tak hanya dari ciri-ciri fisik bangsanya, tapi juga kebudayaan dan gaya hidup. Maka tak heran jika perfilman Thailand yang beberapa tahun terakhir termasuk yang paling maju di Asia Tenggara, bisa dengan mudah diterima oleh penonton Indonesia. Jumlahnya tak banyak yang masuk ke sini, tapi rata-rata menjadi bahan pembicaraan di banyak kalangan. Salah satunya yang terakhir di impor ke sini adalah I Fine… Thank You Love You (IFTYLY), komedi romantis dengan sedikit bumbu komedi seks yang diproduksi oleh GTH. Mungkin banyak komedinya yang terasa garing bagi penonton sini (termasuk saya), tapi harus diakui punya naskah romantis yang digarap rapi, manis, dengan step-step yang kuat. Maka tak heran jika MVP membeli hak untu me-remake ke versi Indonesia dengan nilai yang cukup tinggi (konon dengar-dengar sebesar 50.000 dolar Amerika Serikat). Bukan hal yang mudah agar versi Indonesia-nya ini bisa diterima oleh masyarakat Indonesia yang sudah terlanjur skeptis dengan karyanya bangsanya sendiri dengan cap plagiat. Padahal bahkan Hollywood pun tak jarang me-remake film-film dari berbagai negara. Tapi MVP terus percaya diri melaju dengan bintang yang diharapkan bisa mengundang penonton; Chelsea Islan dan Hamish Daud. Sayangnya sutradara yang digandeng tidak begitu meyakinkan, yaitu Sridhar Jetty yang sebelumnya menggarap banyak film horor, seperti 13, Hantu Juga Selfie, dan Hotline 666: Delivery to Hell. Sementara perombakan naskah aslinya dilakukan oleh Mira Santika yang pernah menulis naskah Mika.
Secara garis besar, Love You Love You Not (LYLYN) punya cerita yang sama dengan IFTYLY. Seorang tutor kursus Bahasa Inggris, Amira, terpaksa harus mengajar Juki, seorang montir berattitude buruk, yang bertekad bisa fasih berbahasa Inggris agar bisa mengejar sex partnernya yang orang Jepang dan sekarang pindah ke Amerika. Sementara Amira yang seperti kebanyakan wanita muda lainnya, bermimpi mendapatkan pasangan bak Prince Charming, tak menyadari perlahan sebenarnya jatuh hati terhadap Juki yang jelas-jelas jauh dari mimpinya.
I really don’t mind if they don’t do many changes to its core story. Saya juga tak keberatan jika banyak elemen-elemen (terutama elemen romantis) dari aslinya yang memang ditata dengan bagus, seperti metafora cerita Cinderella dan terjemahan lagu untuk menyampaikan dialog. Tapi saya berharap setidaknya LYLYN melakukan pelokalan jokes agar lebih dekat dengan penonton Indonesia, sehingga bisa menjadi paket romantic comedy bercita rasa lokal yang bagus pula. Well rupanya LYLYN tak digarap serapi materi aslinya, meski sebagian besar memang masih dipertahankan, kecuali endingnya yang konon diubah dengan pertimbangan perkembangan karakter dan esensi cerita yang lebih bold. Jika Anda pernah menyaksikan IFTYLY, setiap step adegannya ditata dengan sangat rapi dan runtut sehingga tiap perkembangannya terasa masuk akal. LYLYN sedikit ‘mengacak’ susunannya, namun yang terjadi adalah beberapa keanehan dalam cerita. Terutama yang paling saya ingat adalah bagaimana Juki mengenal gebetan Amira yang kaya raya, Taufan. Secara keseluruhan, editing terasa yang paling patut bertanggung jawab terhadap feel tidak berkesinambungan. Tak usah heran jika Anda merasa ada beberapa perpindahan adegan yang tidak menyatu dan seperti potongan-potongan adegan yang berdiri sendiri. Namun yang paling parah adalah proses belajar bahasa Inggris dari Juki yang tidak meyakinkan step-stepnya. Bandingkan dengan versi aslinya yang mana proses belajar sebagai latar kisah cintanya bisa menyatu dengan sangat baik dan meyakinkan. Di sini perkembangan proses belajar Bahasa Inggris Juki hanya ditampilkan seadanya, kalau bukan sebagai sarana penyampaian materi jokes.
Beberapa jokes dari versi aslinya yang menurut saya tidak lucu, tetap dipertahankan di sini. Seperti misalnya perangkap cicak dan mercon pantat. Sayangnya, hasilnya tetap tidak lucu. Namun yang patut saya apresiasi adalah beberapa guyonan khas lokal yang justru seringkali lebih berhasil dalam memancing tawa. Mulai yang bersifat plesetan bahasa, komedi nakal yang menyerempet materi seksual, sampai guyonan-guyonan khas 90-an yang pernah dipopulerkan oleh Warkop DKI dan Kadir-Doyok. Memang banyak jokes yang on-off, namun secara kesleuruhan masih sangat menghibur.
Meski tak terlalu istimewa, Chelsea Islan cukup baik memerankan Amira, termasuk untuk adegan-adegan komikal. Tak ada masalah juga dengan chemistry yang dibangunnya bersama Hamish Daud yang juga mampu tampil komikal dengan baik. Sayangnya, aksen Betawi Hamish Daud masih sering tidak konsisten. Dengarkan saja bagaimana ia mengucapkan ‘Gemini’. Untuk urusan lawakan, komika Fico Fachriza dan Reynold Hamzah mampu mencuri perhatian dengan beberapa adegan komedi terlucu sepanjang film. Namun Kemal Palevi yang sering ‘hilang’ dari adegan gagal untuk mengimbangi kelucuan Fico dan Reynold.
Untuk teknis, selain editing gambar yang terkesan bekerja terburu-buru sehingga terkesan tidak runtut, editing suara pun patut bertanggung jawab atas banyak sekali pemenggalan lagu yang acakadut bak FTV. Untungnya tata kamera Rei Supriadi termasuk oke, baik dalam framing dan pergerakan kamera yang sinematis. Sayang adegan slow-mo-nya masih patah-patah, dan gambar-gambar wideshot yang jelas menggunakan drone terlihat pecah-pecah. Divisi lain yang patut mendapatkan kredit lebih adalah penata artistik dan busana yang membuat gambar dan warna-warni di layar tampak begitu cantik dan berkarakter kuat.
Harus diakui, LYLYN memang masih jauh dari sempurna dengan berbagai kekurangan teknis maupun naskah yang tidak sekuat dan serapi aslinya. Tidak terlalu nyaman pula untuk diikuti. Namun juga bukan termasuk produksi yang buruk. Setidaknya secara keseluruhan, ia masih mampu menjadi sajian komedi romantis yang cukup menghibur. Apalagi jika Anda termasuk fans Chelsea Islan atau Hamish Daud.
Lihat data film ini di filmindonesia.or.id.
0 Response to "The Jose Flash Review Love You... Love You Not"