Buku-buku Young Adult dengan tema paska kehancuran banyak sekali diproduksi dan diminati oleh beberapa penulis. Pun, hal tersebut digunakan oleh beberapa rumah produksi untuk mengeruk keuntungan dengan membeli lisensi dari buku tersebut. Ada The Hunger Games dan Divergent yang sudah mendapatkan hati di penontonnya dan rumah produksi. 20th Century Fox pun tak mau ketinggalan dengan rumah produksi yang lain untuk membeli lisensi dari buku Young-Adult terlaris.
Dan 20th Century Fox memutuskan untuk mendapatkan lisensi dari buku karangan James Dashner, The Maze Runner. Buku miliknya adalah sebuah trilogi yang ketiganya mendapatkan plakat terlaris di beberapa majalah. Film pertama dari seri ini telah dibuat filmnya di tahun 2014 dan memiliki performa yang cukup menyenangkan untuk diikuti. Dengan respon yang baik dari penonton, kritikus, dan pendapatan, lampu hijau untuk memproduksi sekuel dari The Maze Runner pun diberikan oleh 20th Century Fox kepada Wes Ball, sang sutradara.
The Maze Runner berhasil menyajikan konflik-konflik penuh misteri yang membuat penontonnya akan terus menanyakan apa yang ada selanjutnya. Dengan performan yang tak disangka cukup baik, sekuel The Maze Runner pun mendapat antisipasi yang cukup tinggi dari penontonnya. Maze Runner : The Scorch Trials –judul dari sekuelnya –memiliki penurunan performa dan tak dapat membuat penontonnya bertahan menyaksikan apa yang coba dipresentasikan oleh sang sutradara. Meskipun, petualangan dari Scorch Trials lebih banyak daripada The Maze Runner.
Setelah berhasil lolos dari Maze, para penghuni Glade diusung ke sebuah tempat pertahanan orang-orang yang juga berhasil lolos dari Maze yang dibuat oleh WCKD. Dengan berhasilnya lolos dari Maze tersebut, Thomas (Dylan O’ Brien) merasa bahwa dirinya dan teman-temannya sedang dalam kondisi yang aman. Ternyata, suasana yang tenang di tempat mereka bukanlah sesuatu yang baik artinya. Thomas dan teman-temannya ternyata sedang terperangkap oleh rencana jahat dari WCKD.
Mereka yang sudah berhasil ternyata sedang dijadikan sebuah kelinci percobaan untuk menemukan obat penawar dari wabah Flare yang telah menghancurkan kota mereka. Thomas yang merasa dirinya sedang terancam bahaya mengajak Minho (Ki Hong Lee), Newt (Thomas Brodie-Sangster), dan teman-teman Glade lainnya untuk keluar dari tempat tersebut dan mencari Right Arm untuk menemukan penawar wabah tersebut. Dibantu oleh Aris (Jacob Lofland), mereka melakukan pelarian untuk menemukan Right Arm.
Ada poin yang berbeda dari The Maze Runner dan The Scorch Trials. Di dalam The Maze Runner, penonton akan diajak untuk menerka-nerka apa yang sedang terjadi di dalam ceritanya. Sehingga, semua petunjuk akan disimpan erat-erat oleh sang sutradara agar dapat memberikan respon yang lain di akhir filmnya. Dan Scorch Trials, memiliki jalan cerita yang melulu straight-forward dan bisa membuat jengah penontonnya meskipun seharusnya memiliki kompleksitas cerita yang lebih.
Wes Ball pun lupa untuk menjadikan The Scorch Trials sebagai sajian yang bisa menahan penontonnya untuk tetap memandang layar. The Scorch Trials sepertinya memiliki misi untuk bisa mengolah lebih konflik yang diadaptasi dari buku James Dashner ini dengan lebih baik. Hal tersebut pun berpengaruh kepada durasi yang dimiliki oleh Maze Runner : The Scorch Trials ini. Dengan durasi 131 menit, seharusnya bisa digunakan dengan maksimal oleh Wes Ball untuk menjadikannya padat dan memiliki kompleksitas yang ia harapkan.
Tetapi, hal tersebut disia-siakan oleh Wes Ball untuk mengolah The Scorch Trials menjadi sajian yang setidaknya memiliki unsur misteri yang kental seperti film sebelumnya. 131 Menit milik The Scorch Trials pun penuh dengan cara bertutur Wes Ball yang bertele-tele untuk menyampaikan konflik utama dari filmnya sendiri. Banyak sekali adegan-adegan yang dipanjang-panjangkan dan tak diperhatikan. Hasilnya, Wes Ball pun terlihat kuwalahan untuk menyampaikan konflik cerita The Scorch Trials.
Pengarahan yang kurang kuat dari Wes Ball ini pun berpengaruh dengan bagaimana performa filmnya. Di paruh keduanya, ritme The Scorch Trials pun terlihat melambat dan berjalan di tempat. Banyak hal yang perlu diceritakan di dalam naskah yang ditulis oleh T.S. Nowlin tetapi malah Wes Ball seperti pusing sendiri untuk mencari jalan bagi The Scorch Trials. Dan di paruh akhir, Wes Ball terlihat sangat berusaha untuk mengembalikan ritme The Scorch Trials. Hanya saja, usaha tersebut memiliki sisa kekuatan yang tak banyak.
Beruntungnya, The Scorch Trials memiliki semangat petualangan yang cukup baik. Wes Ball tetap bisa memberikan beberapa adegan yang membuat penontonnya merasakan ketegangan di setiap petualangan Thomas dan kawan-kawan Glade-nya. Beberapa jump scares dan thrill di beberapa adegan masih memiliki performa yang cukup baik. Dan hal-hal itu menjadi senjata utama dari The Scorch Trials yang memiliki kelemahan dalam hal pengarahan filmnya.
Dengan perubahan pola dari The Maze Runner ke The Scorch Trials, hal tersebut bukanlah jimat yang baik untuk performa dari film sekuelnya. Terlihat kebingungan untuk mengarahkan konflik yang lebih berkembang, Wes Ball pun menjadikan Maze Runner : The Scorch Trials menjadi sajian yang cukup melelahkan untuk diterima oleh beberapa penonton. Meskipun, suasana yang thrilling dan tensi yang kuat di beberapa bagian cukup membuat Maze Runner : The Scorch Trials bisa dinikmati, tetapi keseluruhan presentasinya jelas masih di bawah film predesesornya.
0 Response to "MAZE RUNNER : THE SCORCH TRIALS (2015) REVIEW : Another Victim of Sequel Disease"