Tahun 2012, Sinister tampil menjadi film horor paling favorit saya di era 2000-an ini. Berbeda dengan beberapa film horor populer era 2000-an yang dipioneri oleh James Wan lewat beberapa judul, seperti Insidious dan The Conjuring, Sinister tampil begitu misterius dan menghipntois lewat adegan-adegan yang mengerikan. Bukan sekedar jump scare yang sering menjadi formula generik kebanyakan film horor. Punya premise yang diakui oleh sang penulis, Robert Cargill, terinspirasi dari The Ring, Sinisterterbukti berhasil menjadi horor yang mengerikan dengan berbagai formulanya. But above all, its mysterious look and feel. Dengan budget ‘hanya’ US$ 3 juta tapi berhasil mengumpulkan total US$ 87 juta lebih di seluruh dunia, tak perlu ragu untuk mengambil keputusan membuat sekuelnya. Kursi sutradara pun berpindah dari Scott Derrickson ke sutradara baru yang sebelumnya dikenal sebagai sutradara film pendek, CiarĂ¡n Foy. Kendati demikian Derrickson masih berkolaborasi dengan Cargill dalam menuliskan naskahnya.
Benang merah Sinister dengan sekuelnya ini adalah Deputy yang dulu menyelidiki kasus misterius yang dialami keluarga Oswalt. Masih terus dibuat penasaran, penyelidikannya sampai kepada penghuni bekas rumah kosong dekat gereja dimana terjadi pembunuhan misterius yang punya kemiripan modus dengan yang menimpa keluarga Oswalt. Seorang janda muda bernama Courtney yang tinggal bersama putra kembarnya, Dylan dan Zach. Courtney bersembunyi di rumah milik keluarganya itu dari kejaran mantan suaminya yang abusive. Tanpa disadari, ternyata Dylan sudah diincar untuk menjalankan misi jahat dari sosok bernama Bughuul.
Tak seperti pendahulunya yang begitu rapi menyimpan misterinya untuk kemudian diungkap satu per satu, Sinister 2 sudah sejak awal film secara terang-terangan menjelaskan bagaimana sosok bernama Bughuul menjalankan modus operandinya. Tentu saja formula yang sama tidak mungkin diaplikasikan di sini, toh penonton seri pertamanya sudah tahu detailnya. Di sisi lain, dengan gaya penceritaan seperti ini, penonton baru juga diharapkan bisa dengan mudah mengikuti jalan ceritanya. Hal ini yang mungkin menjadi penyebab utama banyak fans seri pertamanya yang kecewa dengan installment kali ini. Meski masih punya formula berbagai rekaman pembunuhan vintage yang begitu mengerikan, lengkap dengan musik pengiring yang sudah cukup bikin merinding, secara keseluruhan nuansa Sinister 2 memang terasa sangat berbeda dibandingkan yang pertama. Sebagai ganti, formula horror generic, seperti jumpscare, dimasukkan di berbagai kesempatan untuk ‘menghiasi’ alur ceritanya. Menariknya, Derrickson-Cargill memasukkan homage dari film horor legendaris Children of the Corn sebagai adegan klimaks. Konon adegan ini memang sengaja untuk memberikan kesan bahwa anak-anak yang membunuh dari film rilisan tahun 1984 itu berada di bawah pengaruh Bughuul.
Memikul peran yang lebih besar tentu menjadi beban tersendiri bagi James Ransone. Meski tak terlalu memorable, namun ia berhasil membawa karakter Ex-Deputy So & So menjadi lebih menarik, terutama dengan mimik wajahnya yang ‘unik’. Shannyn Sossamon yang karirnya menanjak di awal era 2000-an terutama setelah penampilannya di A Knight’s Tale dan 40 Days and 40 Nights, kembali ke layar lebar dengan peran sebagai Courtney. Tak terlalu diberi banyak porsi yang berarti maupun kesempatan untuk berakting lebih, namun aura kecantikan dan sensualitasnya memang tak pernah pudar, sebagai seorang ibu sekalipun. Sementara yang paling menarik tentu saja si kembar Robert Daniel dan Dartanian Sloan yang memerankan Dylan dan Zach. Dengan memerankan karakter yang saling bertolak belakang, keduanya terasa paling kuat sepanjang durasi film.
Sinister 2 tak punya teknis yang begitu istimewa, seperti pada sinematografi dan editing yang tergolong standard untuk ukuran film horor. Namun ia tetap menjadi juara dalam hal score dan pemilihan track-track creepy, terutama yang mengiringi rekaman-rekaman pembunuhan vintage. Favorit saya adalah Not Saved dari Ulver yang mengiringi rekaman Christmas Morning dan tentu saja Gyroscope dari Boards of Canada yang juga muncul di installment pertamanya.
Sebagai sebuah sekuel, Sinister 2 memang terasa seperti sajian yang sama sekali berbeda dibandingkan installment pertamanya. Namun bagi penonton awam atau yang belum familiar dengan seri sebelumnya, ia menjadi follow up yang menyampaikan ceritanya dengan lebih jelas, dengan kompensasi kehilangan atmosfer misterius yang menjadi kekuatan utama installment pertama. Masih bisa menghibur, terutama bagi penonton awam, namun jelas bukan sebagai Sinister yang pernah dikenal sebelumnya.
Lihat data film ini di IMDb.
0 Response to "The Jose Flash Review Sinister 2"