Mendenger judul The Vatican Tapes (TVT), dengan mudah kita akan membayangkan sebuah horor bertemakan exorcism dengan style mockumentary. Tentu saja bayangan ini tak muncul begitu saja karena film horor bertema exorcism dan bergaya mockumentary sudah menjadi semacam trend di scene film horor. Malah mungkin beberapa dari kita sudah bosan nonton film dengan pendekatan demikian. Tak salah, karena memang tak banyak inovasi yang dihadirkan oleh film horor sejenis. Untungnya, TVT bukanlah sebuah mockumentary. Well okay, memang ada beberapa footage ala mockumentary di dalamnya, tapi secara keseluruhan TVT adalah film horor konvensional dengan tema exorcism. Dengan penulis naskah Christopher Borrelli (film direct-to-video The Marine 2) dan Michael C. Martin (Brooklyn’s Finest), serta sutradara Mark Neveldine (duologi Crank, Gamer, dan Ghost Rider: Spirit of Vengeance), sebenarnya cukup jelas terlihat di mana kelas dan potensinya.
Tepat saat ulang tahunnya ke-27, Angela Holmes mulai mengalami hal-hal ganjil. Mulai tenggorokannya yang selalu terasa kering hingga seekor burung gagak yang terus-menerus muncul dan menyerang di saat-saat tak wajar. Hingga puncaknya terjadi sebuah kecelakaan yang juga melibatkan sang ayah, Roger, dan kekasihnya, Pete. Kejadian demi kejadian semakin aneh terjadi ketika Angela dirawat di rumah sakit. Father Lorenzo yang juga sahabat Roger mencurigai ada yang aneh dengan diri Angela dan mengkonsultasikannya ke Vatikan. Kardinal Bruun dan Vicar Imani sepakat bahwa Angela sudah dipengaruhi oleh Iblis. Terbanglah Kardinal Bruun ke Amerika Serikat demi menyelamatkan Angela. Namun ternyata kasus Angela bukanlah just another possession case. It’s bigger and more dangerous.
Dibandingkan kebanyakan film horor bertemakan exorcism, TVT sebenarnya lebih mirip The Omen. Tanpa menampilkan dengan jelas kapan Angela mulai dipengaruhi Iblis, satu demi satu kejadian-kejadian ganjil bak The Omen berhasil menyuguhkan misteri yang menegangkan. Sayangnya, ini tidak diikuti dengan perkembangan cerita yang solid dan membuat saya tetap tertarik mengikuti ceritanya. Misalnya bagaimana para karakter menganalisa berbagai kejadian hingga menghasilkan kesimpulan bahwa Angela dipengaruhi Iblis, bagaimana Angela bisa dipengaruhi Iblis, ataupun juga solusi yang bisa mengundang rasa ketertarikan penonton lewat ketegangan. Semuanya dibiarkan blur begitu saja. Sampai pada adegan klimaksnya, yaitu ritual pengusiran Setan atau exorcism, yang sebenarnya punya beberapa aspek yang cukup menarik dan mengerikan, namun overall divisualisasikan menjadi biasa saja dan tanpa power yang cukup kuat untuk menjadikannya lebih menarik. Konklusi pasca klimaks sebenarnya menarik karena sedikit berbeda dan sedikit ‘lebih besar’ daripada tipikal film exorcism lainnya, namun lagi-lagi, gara-gara visualisasi yang ‘tanpa daya’, maka hasilnya turut menutup TVT dengan biasa saja: just another cheap indie horror.
Sebagai karakter utama, Angela, yang jelas punya banyak adegan paling menantang sepanjang durasi, Olivia Taylor Dudley cukup berhasil menarik perhatian. Perubahan emosinya sebagai manusia biasa ke possessed-state cukup meyakinkan dan mengerikan, maski tak juga lebih istimewa dibandingkan film sejenis lainnya. Di posisi berikutnya, Alex Corrado sebagai Bishop Saldano cukup kharismatik membawakan perannya dalam porsi yang seimbang. Sementara Michael Peña, Kathleen Robertson, Dougray Scott, Djimon Hounsou, dan John Patrick Amedori, tak memberikan kontribusi yang cukup berarti di balik karakter-karakter yang memang ditulis tanpa punya sisi-sisi yang menarik.
Tidak ada yang istimewa dengan teknis TVT. Sinematografi dan editingnya biasa saja. Khusus untuk editing, insert close-up wajah dengan make up amburadul, bukannya menghadirkan keseraman, justru menggelikan. Tata suara pun tak menawarkan sesuatu yang istimewa, selain fasilitas surround yang dimanfaatkan untuk menghadirkan suara-suara bisikan yang lebih atmosferik.
Dengan beberapa aspek cerita yang menarik untuk sub-genre exorcism, TVT sebenarnya berpotensi menjadi horor yang mengerikan dan bukan tak mungkin serupa The Omen. Sayangnya pengembangan cerita dan visualisasi yang masih jauh dari kata kuat, menjadikan TVT jatuh menjadi film horor bertemakan exorcism yang biasa-biasa saja. Lumayan sebagai tontonan, jika memang tak ada pilihan film lainnya. Tak akan menjadi memorable dalam ingatan Anda, namun mungkin setelah menonton TVT, Anda akan berpikir beribu-ribu kali untuk menghadiri acara semacam KKR (Kebaktian Kebangunan Rohani). Nooooo… I’m just kidding. It’s just a movie anyway. LOL.
Lihat data film ini di IMDb.
0 Response to "The Jose Flash Review The Vatican Tapes"