Dalam hukum Islam, ada aturan jika seorang suami sudah menjatuhkan talak 3 kepada istrinya dan suatu saat ingin kembali rujuk, harus melalui proses Muhalil, yaitu sang istri dinikahi pria lain lebih dulu kemudian dicerai, baru boleh kembali rujuk dengan sang mantan suami. Hukum yang terdengar unik ini sebenarnya punya tujuan yang baik. Bagi sang suami agar tak mudah menjatuhkan talak, sedangkan bagi sang istri bisa membandingkan sang muhalil dengan mantan suaminya sebelum memutuskan mana yang terbaik untuk dirinya. Tentu saja pada prakteknya, manusia seringkali ‘mengakali’ hukum ini. Hukum ‘unik’ dan fenomena yang kemudian muncul pada perkembangannya mengusik seorang Hanung Bramantyo yang sudah lama dikenal suka ‘menyentil’ tema-tema sosio-kultural pada masyarakat dengan background agama, untuk mengemasnya dalam sebuah film. Menggandeng sineas muda asal Jogja, Ismail Basbeth, yang berangkat sebagai sutradra film pendek indie tapi sebelumnya sudah pernah dipercaya menggarap Mencari Hilal, Hanung mengemasnya dalam sebuah komedi romantis yang kental dengan bumbu satire. Mempertemukan tema yang idealis dan kritis dengan formula blockbuster film Indonesia lewat pemilihan cast yang masing-masing punya fanbase cukup besar; Vino G. Bastian, Laudya Cynthia Bella, dan Reza Rahadian, Talak 3 sudah terasa sangat menjanjikan.
Sebuah perselingkuhan dengan penyanyi dangdut Siska Gotik saat mabuk membuat Risa ingin buru-buru menceraikan suaminya, Bagas. Bagas yang awalnya berupaya mempertahankan pernikahan, akhirnya gerah juga dan langsung menjatuhkan talak 3 kepada Risa. Tantangan datang ketika Inggrid menawarkan sebuah proyek wedding expo besar yang membuat Bagas dan Risa bisa membayar hutang-hutang akibat proses perceraian mereka. Sayangnya, status mereka yang sudah bercerai membuat Inggrid ragu memberikan proyek ini ke tangan EO yang mereka pernah bangun bersama. Syarat agar proyek ini dipercayakan ke mereka adalah mereka harus bersatu kembali. Benih-benih cinta pun mulai tumbuh lagi di antara mereka. Berbagai upaya rujuk secara instan pun dicoba tapi gagal. Mau tak mau mereka mencari seseorang untuk mengakali proses muhalil untuk Risa.
Setelah mencari-cari pria yang tepat untuk menjadi muhalil Risa, akhirnya diputuskan Bimo, partner kerja keduanya selama bertahun-tahun yang bahkan sudah menjadi sahabat mereka. Jauh sebelum mengenal Bagas, Bimo sudah menjadi sahabat Risa sejak kecil. Awalnya semua berjalan mulus hingga Risa menemukan bahwa ia memang sudah tidak cocok dengan Bagas. Lagipula Bimo diam-diam ternyata sudah memendam rasa kepada Risa sejak dulu. Melihat ini semua, Bagas pun tak rela tinggal diam.
Di permukaan, Talak 3 terasa seperti sebuah paket yang sangat menghibur, terutama lewat berbagai guyonan satir yang kritis, mulai soal hukum talak sampai soal birokrasi kantor pemerintahan (dalam hal ini, KUA). Tentu ini sudah menjadi keahlian dari seorang Hanung Bramantyo, apalagi dibantu oleh Basbeth yang ternyata juga tak kalah ‘nakal’-nya. Tak ada yang salah pula dengan guyonan-guyonan slapstick-nya yang memang paling bisa dinikmati penonton kita. Apalagi penggunaannya masih relevan dengan kepentingan plot utama, ditampilkan dengan porsi yang pas, dan hasilnya memang berhasil memancing tawa. Above all, naskah yang diracik oleh Bagus Bramanti, Wahana Penulis, dan Salman Aristo berhasil mem-blending satire kritisnya dengan formula komedi romantis dengan takaran yang serba pas. Cerdas, menggelitik, pun juga terasa manis, dewasa, dan logis. Oke, mungkin jika mau dianalisis per babak, Talak 3 terasa begitu penuh sesak dengan kepentingan cerita. Tak salah, babak pertama terasa begitu panjang, kemudian diperbaiki dengan babak dua yang berjalan lebih mulus, namun kembali terasa bertele-tele lewat konflik yang berbelit-belit di babak ketiga hingga penyelesaian. Tapi jika mempertimbangkan unsur logika, semua kejadian yang dihadirkan di ketiga babak adalah step-step yang runtut dan masuk akal. Memang, penyajiannya yang seharusnya bisa lebih terasa rapi dan mengalir lancar tanpa terkesan berbelit-belit. Apalagi semua keseruan dan kelucuan di babak-babak sebelumnya seolah diputar balikkan menjadi penyelesaian yang terlampau serius di babak ketiga. Untung saja, ia punya penyelesaian yang tetap memuaskan semua pihak, atas nama keputusan terbaik yang dewasa dan logis. So yes, in the end segala kekurangan yang terjadi di banyak bagian bisa dengan mudah termaafkan, sehingga secara keseluruhan, Talak 3 masih tampil sebagai komedi romantis yang tak hanya sangat menghibur (bahkan ternyata jauh lebih menggelitik dari trailer-nya), tapi juga cerdas, kritis, dewasa, sekaligus manis. Paket lengkap dan seimbang yang masih tergolong jarang ditemukan di film Indonesia.
Dipilihnya trio Vino G. Bastian, Laudya Cynthia Bella, dan Reza Rahadian di lini depan bukan tanpa alasan. Selain masing-masing punya fanbase yang cukup besar (ini salah satu aspek terpenting dalam penentuan kesuksesan komersial film Indonesia saat ini), ketiganya punya reputasi akting yang bagus. Hasilnya, ketiganya tak hanya berhasil membentuk chemistry yang terasa begitu kuat di layar, tapi juga membangun nuansa fun dan witty, sesuai konsep film secara keseluruhan. Vino masih memerankan karakter dengan emosi meledak-ledak tapi kadang tetap bisa tampil menggelitik, seperti peran tipikal biasanya. Jangan salah, justru peran tipikal inilah yang membuat tak ada aktor lain yang lebih cocok mengisi peran Bagas selain Vino. Karakter itu seperti sengaja dibuat atas gambaran Vino sendiri. Begitu juga dengan karakter Risa yang diperankan Bella. Ia behasil menghidupkan momen paling menguras emosi sepanjang film sekaligus mengimbangi performa komedik Vino maupun cameo-cameo yang memang dipasang sebagai pengocok perut. Sementara Reza, well tak perlu meragukan lagi kepiawaiannya dalam menerjemahkan karakter yang dimainkan secara unik dan maksimal. Tak perlu banyak dialog untuk bisa membuat penonton memahami perasaan serta kepribadian Bimo.
Tak hanya di lini depan, pemilihan peran-peran pendukung dan cameo di Talak 3 terasa tidak asal-asalan dan dikonsep dengan sangat baik. Berbagai komika yang sedang naik daun, seperti Cak Lontong dan Mo Sidik, digandeng untuk semakin menyegarkan suasana. Begitu pula Hanung Bramantyo yang lagi-lagi menjadi cameo dan kali ini mengajak Basbeth sekaligus untuk mengikuti ‘jejak’-nya. Tapi yang paling menjadi favorit saya adalah Dodit Mulyanto yang akhirnya menemukan peran yang pas dengan gaya guyonan khasnya, yang mana sebelum-sebelumnya (seperti di Komedi Moderen Gokil) lebih terasa menjengkelkan ketimbang lucu. Perannya sebagai pegawai KUA jujur yang nyentrik menjadi salah satu highlight pemancing tawa yang paling efektif. Terakhir, tak boleh dilupakan kehadiran Hasmi, kreator komik Gundala Putra Petir yang ternyata bisa juga tampil melucu. Lengkap dengan hint karakter Gundala yang tersebar di berbagai titik setting KUA (kabarnya, Hanung memang didapuk menggarap versi layar lebar terbaru dari superhero Indonesia itu).
Editing Wawan I Wibowo patut mendapatkan kredit terbesar berkat penyusunan adegan dengan timing yang serba pas untuk menghasilkan adegan-adegan kocak, terutama guyonan slapstick, yang berhasil. Sinematografi Satrio Kurnianto mampu menyampaikan cerita secara efektif, dengan tetap memperhitungkan angle-angle serta pergerakan kamera yang sinematis. Terutama dalam memframing berbagai panorama alam Jogjakarta dan setting-setting cantiknya, seperti resepsi pernikahan Bimo-Risa. Keseimbangan tata suara, mulai dialog, sound effect, dan scoring, terjaga rapi dan konsisten sepanjang film. Kredit terakhir untuk pemilihan lagu-lagu yang menyatu dengan berbagai suasana adegan, seperti Mimpiku Berhenti yang sendu, Kembali di Pelukku yang spirituous, dari Dendy Mikes, dan Bermain Cintadari Budi and the Gorengan yang mengisi nuansa gokilnya.
Secara keseluruhan, Talak 3 dengan mudah menjadi salah satu komedi romantis terbaik yang pernah dimiliki film Indonesia. Mungkin storyline-nya tak sepadat dan serapi Kapan Kawin tahun lalu gara-gara mengikuti step-step runtut yang logis sehingga jatuhnya jadi terkesan bertele-tele, terutama di babak ketiga. Namun tetap saja Talak 3 bisa dikatakan berhasil mempertemukan berbagai idealisme konsep cerita dengan formula-formula box office menghibur yang menjadi aspek terpenting bagi mayoritas penonton Indonesia saat ini. Tak heran jika hasil akhirnya nanti Talak 3 menjadi salah satu film Indonesia terlaris tahun ini.
Lihat data film ini di filmindonesia.or.id.
0 Response to "The Jose Flash Review Talak 3"