Latest News

The Jose Flash Review 3 Dara

Meski masih tergolong jarang, tema gender-exchange di sinema beberapa kali berhasil menarik perhatian dan menjadi materi komedi ampuh. Sejauh ini yang paling saya ingat ada The Hot Chick yang diperankan Rob Schneider dan drama komedi remaja Inggris, Virtual Sexuality. Setelah sukses 24/7dan Di Balik 98, MNC Pictures menghadirkan komedi terbarunya yang punya tema gender-exchange, 3 Dara (3D). Tentu ini tidak ada hubungannya, apalagi remake, dengan film klasik 3 Dara karya Umar Ismail tahun 1956. Disutradarai Ardy Octaviand (Coklat Stroberi) dan dibintangi oleh 3 aktor pria yang termasuk high profile saat ini; Tora Sudiro, Adipati Dolken, dan Tanta Ginting.

Affandy, Jay, dan Richard adalah 3 sekawan yang doyan mempermainkan wanita. Affandy adalah pria beristri dan punya putri remaja. Jay art director advertising sukses yang sudah bertunangan namun takut berkomitmen. Sementara Richard dikenal punya banyak pacar di saat yang bersamaan. Kehidupan hura-hura mereka berubah ketika seorang waitress di sebuah pub bersumpah bahwa ketiganya akan merasakan menjadi wanita yang dipermalukan. Ajaibnya, perlahan ketiganya mulai berubah lebih feminin. Mulai Affandy yang jadi lebih peduli penampilan daripada biasanya, sampai Jay yang bak wanita PMS dan risih dengan karya-karya yang mengeksploitasi wanita. Merasa perubahan ini mengancam kehidupan normal mereka, ketiganya berusaha mencari si waitress untuk melepaskan kutukan itu.

Dengan premise demikian, sebenarnya 3D menawarkan tema yang tak lagi baru meski harus diakui, tetap menarik. Setidaknya dengan track record 3 aktor utamanya, kita sudah punya gambaran bakal selucu apa film ini nantinya. Tora pernah memerankan karakter kemayu di duologi Arisan!, sementara Tanta Ginting juga pernah jadi cameo ‘ngondek’ di Filosofi Kopi.
Sayang, hasil akhirnya masih jauh dari ekspektasi saya sebelum menonton. Meski secara keseluruhan alurnya termasuk berjalan dengan lancar, namun seringkali korelasi antar adegan tidak begitu nyambung. Termasuk beberapa kali 3 karakter utamanya yang tidak begitu bold dan signifikan menunjukkan perubahan gender. Belum lagi ada cukup banyak adegan-adegan yang punya potensi komedi namun kurang dieksplorasi sehingga harus terlewat menjadi biasa-biasa saja. Padahal ‘nyawa’ utamanya adalah komedi. Ending yang maunya dibikin real dan medically scientific, justru menghancurkan nuansa agak ‘fantasi’ yang sudah dibangun sejak awal. Meski harus diakui, in the end, esensi menghargai lawan jenis dan menjadi pribadi yang lebih baik setelah kejadian naas, tetap tersampaikan dengan mudah dan jelas.

Ketiga aktor utama memang menjadi perhatian utama sepanjang film. Namun dari ketiganya, hanya Adipati Dolken yang menunjukkan ‘perubahan’ yang jelas. Tora Sudiro di duologi Arisan! masih menunjukkan peran kemayu dengan lebih baik, lepas, dan comedic. Sementara penampilan Tanta Ginting  yang singkat di Filosofi Kopi juga lebih berhasil mengundang tawa.
Di jajaran pemeran pendukung, 3D menawarkan cukup banyak penampilan menarik. Mulai Rianty Cartwright yang di ending menjadi gimmick komedi yang cukup berhasil, Ayushita dengan suara ala Nycta Gina, Indra Birowo, Melissa Karim, Richard Oh (sutradara Melancholy is a Movement), Nazyra C. Noer, Hengky Solaiman, Lembu, sampai yang paling mencuri perhatian, Farali Khan (adik Miller Khan).

Teknis produksi yang rapih menjadi kredit lebih untuk 3D. Terutama sekali sinematografi Dewantoro Agung  yang meski tak sampai perfect shot, namun tergolong berhasil mengeksplorasi maksimal set-set urban-nya. Aghi Narottama juga patut mendapatkan kredit untuk score-score-nya yang quirky tanpa meninggalkan kesan berkelas dan romantis-nya.


Presentasi akhir 3D memang terasa serba tanggung, baik dari segi naskah maupun sebagai suguhan komedi. Namun dengan produksi yang rapih dan penampilan aktor utama maupun jajaran pendukung yang cukup menarik, tak ada ruginya menjadikan 3D sebagai tontonan ringan pengisi waktu senggang.

Lihat data film ini di filmindonesia.or.id.

0 Response to "The Jose Flash Review 3 Dara"