Di atas kertas, Hotel Transylvania (HT) yang dirilis tahun 2012 memang punya formula yang menarik, terutama menyatukan karakter-karakter monster legendaris ke dalam satu layar untuk konsumsi semua umur, dengan tema yang cukup familiar di genre-nya; father-and-daughter dan difference acceptance. Meski hasilnya menurut saya memang meriah tapi konsep chaos-comedy-nya terkesan terlalu kacau sehingga tak terlalu bisa saya nikmati. But yes, HT memang masih menjadi sajian ringan yang sangat menghibur, terutama untuk penonton anak-anak dan remaja. Tak heran jika berhasil mencetak worldwide box office sampai US$ 358 juta lebih. Maka layaklah untuk menjadi franchise baru untuk mendulang lebih banyak dollar. Tahun 2015 dirilislah HT2, masih dengan cast dan crew yang kurang lebih sama, kecuali CeeLo Green yang harus absen sebagai pengisi suara Murray karena terjerat kasus hukum. Masih disutradarai Genndy Tartakovsky yang berpengalaman di animasi-animasi Cartoon Network seperti Dexter’s Laboratory, Samurai Jack, dan Star Wars: Clone Wars, dan Adam Sandler di salah satu bangku produser eksekutif, penulis naskah, selain pengisi suara Dracula.
Pasca menikah, Mavis dan Jonathan dikaruniai seorang putra yang diberi nama Dennis. Memasuki usia 5 tahun, Dracula mulai merasa deg-degan. Pasalnya, di usia inilah penentuan apakah Dennis yang ‘darah campuran’ adalah seorang vampire atau manusia biasa. Mavis mengharapkan Dennis tumbuh di lingkungan manusia normal dan pindah ke California bersama Jonathan, sementara Dracula lebih senang Dennis adalah vampire dan tinggal bersamanya di Transylvania. Maka disusunlah siasat untuk memancing keluar ‘sisi vampire’ Dennis, ketika Mavis mengeksplor dunia manusia normal di California.
Sama seperti pendahulunya, HT2 masih menyuguhkan chaos comedy sebagai pemancing tawa. Pun juga alur cerita yang tergolong ringan sehingga mudah dipahami oleh penonton dengan range usia yang lebih luas, terutama anak-anak di bawah 10 tahun. Bedanya, chaos comedy yang dihadirkan di sini lebih tertata dan punya pace yang lebih bisa dinikmati. Ditambah humor-humor bereferensi seperti nama Bela yang merujuk pada Bela Lugosi, aktor Dracula versi 1931 (atau Bella Swan? LOL), juga dandanan Jonathan yang merujuk pada karakter Count Dracula di Bram Stoker’s Dracula. Kehadiran karakter Dennis pun turut menyumbangkan innocence humor yang membuatnya lebih menarik bagi penonton balita.
Dari jajaran voice-cast yang menyumbangkan suaranya, tak ada yang terlalu istimewa. Kesemuanya masih menghadirkan kualitas yang sama seperti seri pendahulunya. Mulai Adam Sandler, Andy Samberg, Selena Gomez, Kevin James, Steve Buscemi, David Spade, Keegan-Michael Key yang menggantikan CeeLo Green. Asher Blinkoff sebagai Dennis just like another infant voices, tapi yang menarik adalah Mel Brooks sebagai Grandpa Vlad.
Dari segi teknis juga tak ada yang istimewa. Masih menghadirkan animasi 3D yang halus dan detail, tanpa kehilangan ‘jiwa’ animasinya. Tata suara ditata dengan cukup baik, termasuk pemanfaatkan efek 7.1 surround. Penggunaan Fifth Harmony yang memang lagi naik daun dengan single Worth It dan di sini menyumbangkan theme song I’m in Love with a Monster menjadi gimmick penyemarak suasana yang menarik.
So seperti pendahulunya, HT2 memang masih menjadi sajian animasi ringan yang sekedar menghibur dengan berbagai humornya. Namun justru dengan konsep yang seperti ini, HT2 bisa dengan mudah menjangkau range penonton yang lebih luas. Dengan story telling yang lebih rapi tertata dan humor-humor yang lebih baik, harus diakui HT2 adalah improvement dari pendahulunya. Meski secara keseluruhan, sama-sama ringan dan menghibur.
Lihat data film ini di IMDb.
0 Response to "The Jose Flash Review Hotel Transylvania 2"