Latest News

The Jose Flash Review Negeri Van Oranje

Bisa mencicipi pengalaman berkuliah dan tinggal di negara asing, terutama sebesar Belanda, tentu menjadi impian banyak orang. Padahal hidup di negara asing jauh dari kata mudah. Atas dasar itulah, empat orang yang pernah menimba pengalaman surviving di empat kota penting Belanda, berkumpul untuk membagi panduan, tips, dan pengalaman-pengalaman mereka selama berkuliah di Belanda. Mirip buku panduan kota macam Lonely Planet atau Monocle, tapi dengan kemasan drama persahabatan dan romansa fiktif yang membuatnya jadi terkesan lebih menarik dan seru. Jadilah novel keroyokan Negeri Van Oranje (NVO) yang sempat jadi best seller. Tahun 2015, Falcon Pictures yang dikenal kerap mengadaptasi buku ke film, tertarik mengangkatnya ke layar lebar dengan ensemble cast yang tak main-main: Chicco Jerikho, Tatjana Saphira, Abimana Aryasetya, Arifin Putra, dan Ge Pamungkas. Meski bangku sutradara diserahkan kepada Endri Pelita (Dawai 2 Asmara, Air Mata Terakhir Bunda, dan Cabe-Cabean), namun naskahnya diadaptasi oleh Titien Wattimena yang jelas punya portofolio lebih menjanjikan.

NVO versi layar lebar membidik cerita dari sudut pandang Lintang yang sedang mempersiapkan pesta pernikahannya. Sebelum hari H, Lintang merefleksikan dirinya bersama empat orang pria yang menjadi sahabatnya selama menimba ilmu di Belanda: Geri, Wicak, Banjar, dan Daus. Kelimanya berkuliah di kota-kota yang berbeda namun dipertemukan di sebuah stasiun kereta api. Tentu saja persamaan bahasa dan kultur asal membuat mereka cepat akrab. Perbedaan kota tempat tinggal memberikan keuntungan tersendiri: bisa mengenal kota lain yang bukan kota tinggalnya. Persahabatan bisa berubah menjadi cinta, apalagi Lintang adalah satu-satunya wanita di geng bernama Aagaban (Aliansi Amersfoort Gara-Gara Badai Netherlands) ini. Lintang sendiri harus memilih dari keempatnya yang punya kepribadian beda, dengan kelebihan-kekurangan masing-masing. Konflik asmara dalam persahabatan ini memuncak ketika kelimanya memutuskan ke Praha bersama pasca kelulusan Lintang.

Dengan buku yang sangat detail dalam memberikan gambaran kehidupan di masing-masing kota: Utrecht, Rotterdam, Wageningen, Den Haag, dan Leiden, tentu mustahil untuk menampilkan kesemuanya dalam keterbatasan durasi. Maka pemilihan kisah asmara Lintang adalah keputusan yang paling tepat: mudah dicerna, dipahami, dan menjadi bungkus yang menarik untuk diikuti. Apalagi Titien mengajak penonton untuk menebak-nebak siapakah dari keempat pria ini yang berhasil menjadi pendamping Lintang. Maka dengan setup yang tepat untuk tujuan ini pula, penonton diajak mengenal satu per satu karakter pria, dengan keunikan karakteristik masing-masing yang terlihat dengan sangat tegas dan jelas. Inilah yang menjadi bekal bagi penonton untuk menebak.

Sebagai kompensasinya, kisah persahabatan kelimanya jadi terkesan dangkal tergali, terutama antar empat pria ini. But hey, menurut saya justru ‘kemasan’ seperti ini yang menjadikan NVO versi film begitu seru untuk dinikmati. Tentu saja sambil ‘diajak jalan-jalan’ keliling Belanda yang sangat memanjakan mata. Sememanjakan tampilan fisik para pemeran karakter-karakter utamanya. Dan begitu terbongkar siapa pria ‘beruntung’ itu, saya tergerak untuk menganalisa kembali karakternya, dan ternyata sangat masuk akal dengan setup-setup di awal. Oya, konon pria yang dipilih Lintang di film berbeda dengan di buku lho.

Harus diakui, ensemble cast NVO menjadi salah satu daya tarik utama yang mengundang penonton berbondong-bondong ke bioskop. Bukan tanpa sebab. Reputasi Chicco Jerikho, Tatjana Saphira, Abimana Aryasetya, Arifin Putra, dan Ge Pamungkas, sudah sangat dikenal di tanah air dan punya fanbase sendiri. Sebagai satu-satunya lead wanita, Tatjana tampil begitu mencuri perhatian. Lintang yang mandiri, berani, cerdas, tapi juga bisa rapuh, berhasil dihidupkan dengan penuh pesona olehnya. Melebihi pesonanya di Get M4rried, Crazy Love, dan Runaway. Tentu saja faktor kedewasaan turut mempengaruhi. Sementara Chicco, Abimana, Arifin, dan Ge punya porsi yang cukup seimbang, santai (atau malah cenderung laid back?), tapi berhasil menghidupkan karakter masing-masing. Khusus untuk Ge yang punya fungsi lebih: yaitu sebagai joker yang bikin suasana persahabatan mereka jadi pecah, juga sangat berhasil. Sebagai bonusnya, penampilannya di mata saya sedikit lebih mengesankan ketimbang ketiga pria lainnya.

Setting panorama kota-kota di Belanda jelas harus dimanfaatkan semaksimal mungkin. Untung saja Falcon kembali menggunakan tata kamera dari Yoyok Budi Santoso yang pernah menata kamera Haji Backpacker dan pernah pula menjadi operator kamera di Laura & Marshayang juga ‘menjual’ panorama kota-kota di Eropa. Tak perlu angle-angle unik atau pergerakan kamera yang aneh-aneh untuk meng-capture keindahan tiap setting. Ditambah pemilihan kostum yang tak kalah catchy dan menyatu dengan begitu cantik dengan setting. Satu hal mengganggu adalah munculnya fake flare yang berlebihan di sepanjang film. Sebenarnya tak masalah banyak sekalipun, tapi kehadiran di tiap shot bahkan yang continuous, ini agak bikin risih. Tak ada kendala maupun sesuatu yang istimewa untuk tata suara. Namun scoring dari Andhika Triyadi jelas berhasil menghidupkan nuansa-nuansa tiap momen. Begitu juga theme song Cinta Cinta Cinta yang dibawakan oleh Wizzy dan Sandhy Sandoro yang sangat earcatchy. Terakhir, editor Cesa David Luckmansyah mampu membuat ritme adegan NVO begitu nyaman diikuti. Dinamis di saat-saat seru, mengalir lembut ketika manis dan mendayu-dayu. Good job!


Melihat materi aslinya yang tergolong punya cerita biasa-biasa saja (selain detail sebagai panduan survival di Belanda), Titien Wattimena versi layar lebar jelas berhasil mengadaptasinya menjadi sebuah tontonan tentang persahabatan dan romance yang tak sekedar asyik untuk dinikmati, tapi juga terasa manis dan hangat, meski harus diakui tidak didukung cerita yang begitu dalam. Semua aspek penting lain, mulai penyutradaraan, cast, desain produksi, sampai editing, semakin mendukungnya menjadi salah satu film Indonesia yang paling asyik untuk ditonton, bahkan mungkin re-experience beberapa kali.

Lihat data film ini di filmindonesia.or.id.

0 Response to "The Jose Flash Review Negeri Van Oranje"