Tak hanya sukses secara komersial di seluruh dunia, Point Break (PB) yang dirilis tahun 1991 menjelma menjadi salah satu bagian penting dalam sejarah film action. Menjadi salah satu film legendaris yang melambungkan nama Keanu Reeves lebih tinggi setelah Bill & Ted’s Excellent Adventure, sutradara Kathryn Bigelow yang pernah diganjar Oscar saat mengarahkan The Hurt Lockerdan nominasi di Zero Dark Thirty. Premise dasarnya pun mempengaruhi cukup banyak film action yang rilis setelahnya, termasuk franchise The Fast and the Furious yang bernilai milyaran dolar itu. Tahun 2015 ini, Point Break di-remake dengan judul dan karakter-karakter penting yang sama. Bangku sutradara dipercayakan kepada Ericson Core yang lebih dikenal sebagai sinematografer film-film action seperti Payback, The Fast and the Furious, dan Daredevil. Sementara naskah adaptasinya dikerjakan oleh Kurt Wimmer yang filmografinya meliputi The Thomas Crown Affair, Equilibirium, The Recruit, Ultraviolet, Street Kings, Law Abiding Citizen, Salt, dan Total Recall (2012). Dari dua nama ini sebenarnya tak terlalu punya track record yang terlalu impresif, namun pengalamannya dalam menangani film aksi jelas lebih dari cukup.
Trauma atas kematian sahabat seperjuangannya membuat Johnny Utah pensiun menjadi atlet berbagai olah raga ekstrim dan memilih bekerja sebagai agen FBI. Namun jiwa sportif dan naluri menantang adrenaline-nya memanggil ketika menangani kasus perampokan bank berantai yang dilakukan sekelompok geng bertopeng presiden dan para mantan presiden Amerika Serikat. Menilik dari lokasi, timing, dan modusnya, Utah menduga ini dilakukan oleh sekelompok penggemar olah raga ekstrim yang ingin meniru 8 tantangan melawan kekuatan alam yang dikenal sebagai “The Ozaki 8”. Onno Ozaki yang pertama kali menginspirasi 8 tantangan ini sendiri gagal menyelesaikan kedelapan tantangan ini. Maka Utah melakukan penyamaran ke kelompok surfer di Perancis dengan didampingi Agen Pappas. Adalah Bodhi dan timnya yang menarik perhatian Utah. Utah pun menarik perhatian Bodhi dan membawanya lebih dalam ke dunianya selama ini. Tak hanya itu, Utah jatuh cinta kepada salah satu tim Utah, Samsara.
Plot dasar demikian jelas tak jauh berbeda dengan PB versi 1991, atau mungkin bagi penonton generasi sekarang, jelas bisa membaca arah cerita ini yang memang serupa franchise The Fast and the Furious. Bedanya, PB versi 2015 tak memiliki kedalaman cerita dan karakter seperti yang begitu kuat ditunjukkan oleh versi tahun 1991. Relasi antara Utah-Bodhi, Utah-Samsara (di versi 1991 bernama Tyler), maupun Utah-Pappas di sini terasa hanya sekedar ‘syarat ada’ saja, tak sekuat dan semeyakinkan versi 1991. Adegan-adegan aksi seperti penggerebekan, pengejaran, dan adu tembak di versi 1991 juga lebih mendominasi daripada extreme sport. Sementara di versi 2015 seolah ingin mengganti elemen-elemen cerita tersebut dengan adegan-adegan extreme sport pemompa adrenaline yang lebih variatif, mulai surfing, snowboarding, wingsuit flying, motocross, sampai rock climbing tanpa pengaman. That’s why ia menghadirkan “The Ozaki 8” yang sudah dikonfirmasi oleh studio sebagai gimmick fiktif. Dengan durasi yang 113 menit dan pergerakan cerita yang tak terlalu signifikan, PB versi 2015 terasa cukup panjang dan bertele-tele, yang mungkin hanya bisa dibayar dengan adegan-adegan extreme sport jika Anda memang into it. Poetic essence yang terasa sangat kuat di versi 1991 juga terasa tak sekuat atau malah absen di versi 2015 ini.
Jika versi 1991, PB punya duet Keanu Reeves-Patrick Swayze yang jelas punya nama yang cukup populer saat itu dan ternyata mampu tampil memikat dengan kharisma masing-masing, maka PB versi 2015 sebaliknya. Luke Bracey dan Édgar Ramirez tak punya cukup kharisma untuk menjadikan karakter-karakternya remarkable atau sekedar menarik. Apalagi jika dibandingkan dengan Reeves-Swayze. Jika dua karakter utamanya saja tidak berhasil memikat, maka begitu pula dengan karakter-karakter pendukung yang tidak ditulis dengan porsi yang cukup untuk menarik perhatian, termasuk Ray Winstone yang berperan sebagai Angelo Pappas. Mungkin hanya Teresa Palmer yang berperan sebagai Samsara, yang mampu mencuri perhatian karena jadi satu-satunya wanita di barisan para pria. Cukup kick-ass pula.
Memperbanyak adegan extreme sport pemompa adrenaline, jelas membuat PB versi 2015 concern dengan pemilihan-pemilihan lokasi dan tata kamera yang memanjakan mata penonton. For that purpose, it’s worked very well. Mulai Austria, Italia, Switzerland, France, Mexico, India, sampai Venezuela, semuanya terekam dengan kepiawaian Ericson Core sendiri. Sebagai DoP yang berpengalaman di berbagai film aksi, jelas Core mampu memaksimalkan lokasi-lokasi eksotis ini sebagai latar olah raga pemicu adrenaline-nya. Malah, I have to say, visually stunning! Musik yang digubah oleh DJ Junkie XL, lengkap dengan barisan soundtrack pendukung adrenaline, mulai EDM ala Headhunterz & Steve Aoki (Aoki tampil juga di film!), alternative ala Genevieve, sampai rap hip-hop ala Sempe. I have to say, salah satu kumpulan soundtrack paling asyik tahun ini! Tata suara pun sangat mendukung tiap adegan aksi maupun extreme sport-nya dengan sangat hidup. Tak ketinggalan efek 7.1 surround yang terasa dimanfaatkan dengan sangat maksimal.
So, it’s your call. Jika Anda mengharapkan cerita aksi yang cukup kuat, lengkap dengan chemistry dan karakter yang menarik, PB versi 2015 jelas tidak mampu memenuhi ekspektasi Anda. Tapi jika Anda sekedar ingin menikmati adrenaline rush sambil ‘mencoba’ berbagai extreme sport yang dihadirkan, ia jelas mampu memanjakan mata Anda, bahkan mungkin sekaligus memompa adrenaline Anda. Jika Anda termasuk yang kedua, maka PB versi 2015 jelas sayang untuk dilewatkan di layar lebar.
Lihat data film ini di IMDb.
0 Response to "The Jose Flash Review Point Break (2015)"