Trend tema badass oldman yang ditandai dengan cukup gemilang oleh Liam Neeson lewat Taken membuat aktor-aktor laga yang sudah memasuki usia senja termotivasi untuk kembali beraksi. Tak hanya di Hollywood yang salah satu puncaknya adalah ensemble cast di The Expendables, tapi kini juga merambah sinema lainnya. Salah satunya tentu saja sinema Cina yang saat ini menjadi pesaing terbesar Hollywood. Adalah Sammo Kam-Bo Hung atau yang di sini kita kenal sebagai Sammo Hung, aktor laga spesialis martial art yang sudah membintangi ratusan film dan bahkan juga menyutradarai beberapa di antaranya. Aksi kembalinya di layar lebar (sebagai lead action hero) ketika usia menginjak 64 tahun sekaligus menandai kembalinya di bangku sutradara secara penuh setelah terakhir Mr Nice Guy dan Once Upon a Time in China and America tahun 1997 lalu ini jelas menjadi kabar baik bagi para penggemarnya. Tak hanya itu, aktor Cina legendaris lainnya, Andy Lau, turut mengisi peran sekaligus produser.
Ding Hu adalah mantan anggota biro keamanan pusat yang sudah pensiun. Kini ia tinggal sendiri di sebuah kota kecil di perbatasan Cina-Rusia. Sang putri seolah membencinya setelah tak sengaja ia lalai hingga sang cucu menghilang. Parahnya lagi, Ding Hu diduga mengidap dementia. Yang menaruh perhatian lebih kepadanaya adalah sang induk semang, Madame Park. Selain itu ada juga seorang gadis cilik bernama Cherry yang sering diam-diam mengunjunginya ketika mendapatkan perlakuan yang tak baik dari sang ayah. Hingga suatu ketika ayah Cherry menghilang, Ding Hu dan Cherry menjadi semakin dekat, bak kakek dan cucu. Sekembalinya, ternyata Ding Hu punya konflik dengan mafia setempat dan mafia Rusia. Ding Hu yang seharusnya menjadi saksi terhambat oleh dementia. Hanya kemampuan bela diri yang dimilikinya untuk menyelesaikan konflik ini.
Secara garis besar cerita, The Bodyguard mungkin tidak menawarkan sesuatu yang benar-benar baru. Dari premise demikian sebenarnya bisa ditebak pula, apa yang menjadi komoditas utamanya: aksi beladiri yang seru dan drama hubungan Ding Hu dan Cherry yang mengharu biru. Benar saja, dua komoditas utama ini berhasil memerankan perannya. Sequence-sequence aksi bela diri yang brutal, ditangani dengan pace dinamis, shot dan editing yang pas, membuat semuanya tampak amazing. Momen-momen emosional tanpa harus terkesan drama berlebihan pun disuguhkan dengan cukup menyentuh.
Namun yang menjadi permasalahan terbesar The Bodyguard adalah penyusunan alur cerita yang terkesan bertele-tele di banyak kesempatan. Layer background cerita mafia terasa begitu berlebihan tanpa punya kedalaman maupun detail lebih yang membuat saya lebih tertarik untuk mengikutinya. I mean, perlukah ada dua kubu mafia; Cina dan Rusia, yang saling bersengketa? Salah satu kubu saja sebenarnya sudah cukup untuk membuat fokus karakter Ding Hu atau hubungan antara Ding Hu dan Cherry tetap terjaga. Kesan bertele-tele pun terasa pula ketika adegan pertarungan klimaks yang masih diikuti penyelesaian-penyelesaian cukup panjang.
Sebagai lead action hero, Sammo Hung masih punya kharisma yang begitu kuat, ditambah martial art skill yang juga masih amazing. Tak ketinggalan drama presence yang sama kuatnya untuk menyentuh emosi penonton. Chemistry yang dijalinnya bersama si cilik, Jacqueline Chan Pui-Yin pun tak hanya believable, tapi juga berhasl menarik simpati saya. Tentu saja kehadiran Jacqueline sendiri menjadi pencuri perhatian tersendiri. Kemudian, Li Qin-Qin sebagai sang induk semang, Park, turut menarik perhatian lewat karakternya yang seringkali mengundang tawa.
Sisanya, jajaran special appearance dari aktor-aktor Hong Kong terkemuka, seperti Jun Hu, Biao Yuen, Shaofeng Feng, Wah Yuen, dan Eddie Peng, tak memberi banyak kontributor yang menarik perhatian dan bersifat ‘blink and you’ll miss it’. Tak terkecuali pula, sutradara legendaris, Tsui Hark yang kembali menjadi cameo setelah beberapa waktu lalu kita lihat di Mermaid. Mungkin hanya Andy Lau yang diberi porsi lebih banyak dan dengan kharisma yang mumpuni pula, sehingga menjadikan karakternya lebih mendapatkan perhatian penonton.
Tak begitu istimewa di desain produksi, The Bodyguard beruntung masih punya sinematografi Ardy Lam (yang sudah berpengalaman menangani puluhan film aksi Hong Kong legendaris) dan editing Chi Leung-Kwong yang berhasil menjadikan pace dan energi The Bodyguard terjaga dengan sangat baik sebagai sebuah film aksi beladiri. Scoring dari Ngai Lun Wong dan Janet Yung turut mengiringi adegan-adegan thrill, aksi, dan drama dengan pas serta tepat sasaran. Kadang bernuansa classic American country, instrumen drum ala Birdman, dan sesekali orkestra. Didukung pula dengan tata suara yang cukup mumpuni, termasuk pembagian kanal surround yang terdengar dimanfaatkan dengan baik, adegan-adegan aksi brutal The Bodyguard terasa excellent.
Sebagai kesatuan film cerita yang utuh, The Bodyguard memang terasa bertele-tele dan mungkin juga punya detail yang kurang bisa membuat penonton peduli, terutama dari sudut villain. Susunan antar adegan pun seringkali terasa kurang enak diikuti. Jelas, bukan film terbaik Sammo Hung, baik sebagai aktor maupun sutradara. Namun untuk urusan komoditas utamanya; memberikan hiburan lewat adegan-adegan aksi beladiri yang brutal dan menegangkan, serta momen-momen emosional, The Bodyguard masih cukup layak untuk dinikmati di layar lebar.
0 Response to "The Jose Flash Review The Bodyguard [特工爺爺]"