Tahun 2002 lalu, sebuah film drama komedi romantis indie bertajuk My Big Fat Greek Wedding (MBFGW) secara mengejutkan menjadi kuda hitam box office. Tak punya angka pembukaan yang fantastis, malah cenderung sangat kecil, apalagi dengan jumlah layar terbatas, tapi secara konstan mampu bertengger di 10 besar box office selama berbulan-bulan dan berhasil mengumpulkan angka akhir US$ 368 juta lebih di seluruh dunia selama sekitar setahun. Ini jelas bukan prestasi main-main. Malahan, kasus yang sangat jarang sekali terjadi, di Hollywood sekalipun. Apalagi dengan budget yang ‘hanya’ US$ 5 juta dan praktis tak ada nama yang benar-benar populer di jajaran cast, selain tentu saja Joey Fatone yang saat itu dikenal sebagai personel boyband N’Sync serta nama pasangan suami-istri Tom Hanks-Rita Wilson di jajaran produser. Nama Nia Vardalos yang duduk sebagai penulis naskah dan lead actress, yang sebelumnya juga lebih sering mengisi peran-peran extra di serial TV pun langsung melambung. Satu nominasi Oscar diberikan kepadanya untuk naskah MBFGW ini. Berkembang menjadi franchise, muncul serial TV My Big Fat Greek Life tahun 2007, dan kini, 14 tahun kemudian, sebuah sekuel langsung bertajuk My Big Fat Greek Wedding 2 (MBFGW2).
Kehidupan Toula Portokalos pasca menikah dengan seorang xeno (non-Yunani), Ian ternyata tak banyak berubah. Ia masih bekerja di restoran milik keluarga Portokalos setelah krisis ekonomi membuat bisnis travel tempat ia bekerja dulu gulung tikar. Untuk mengisi waktu, Toula juga sering menjadi relawan orang tua di sekolah tempat Ian menjabat sebagai kepala sekolah, sekaligus tempat putri tunggalnya, Paris, menimba ilmu. Kehidupan Paris sebagai putri kepala sekolah sekaligus keluarga Yunani totok yang serba berisik dan norak, tentu jauh dari kesan populer. Naluri keibuan Toula pun harus ditahan, apalagi ia teringat akan dirinya sendiri yang ingin hidup bebas, terutama dalam membuat keputusan hidup ketika muda dulu. Urusan Paris membuat hubungan Toula-Ian sebagai suami-istri sudah tidak bisa seromantis dulu. Belum lagi ditambah orang tua Toula, Gus dan Maria yang ternyata belum pernah menikah secara resmi gara-gara surat pernikahan mereka tidak ditandatangani oleh sang pastor.
Meresmikan pernikahan Gus dan Maria lagi ternyata bukan urusan sepele. Maria melihat peluang ini untuk ‘jual mahal’ agar Gus kembali romantis dan mempedulikan dirinya setelah pernikahan selama puluhan tahun. Gus pun merasa gengsi untuk kembali melamar Maria secara resmi. Maka lagi-lagi Toula dengan bantuan seluruh anggota keluarga Portokalos, ditambah keluarga Miller, yang harus turun tangan untuk memastikan keluarga mereka tetap utuh dan baik-baik saja.
Dari premisenya dan dengan fakta rentang waktu yang cukup lama, yaitu 14 tahun, tentu ada banyak sekali perkembangan cerita yang di-update di installment ini. Mungkin pada akhirnya kejadian-kejadian yang terlalu banyak ini terasa begitu penuh menyesaki film, sebenarnya kesemuanya punya relevansi kehidupan sehari-hari yang masuk akal. Memang pada akhirnya, ada cukup banyak elemen cerita yang terkesan sekedar ada, tanpa penyelesaian yang masuk akal (misalnya perubahan karakter Paris dari yang antipati terhadap keluarga, mendadak menjadi peduli dan mengalah). Untung saja setidaknya Nia mampu merangkai kesemuanya menjadi satu paket yang masih enak dinikmati. Apalagi dengan sajian jokes yang porsinya semakin banyak dan menurut saya, semakin lucu. Konflik Gus-Maria yang mengisi porsi utama terbukti menjadi formula yang berhasil karena karakteristik yang sangat kuat dan memang mampu menampilkan comedic presence yang jauh lebih menggelitik ketimbang Toula-Ian sendiri. Estafet bangku sutradara dari Joel Zwick ke Kirk Jones terbukti tak menimbulkan permasalahan sama sekali, mengingat Jones sendiri sudah berpengalaman di genre serupa, seperti di Nanny McPhee, Everybody’s Fine, dan What to Expect when You’re Expecting. Yang pasti, secara keseluruhan MBFGW2 ini punya nuansa family sweetness dan warmth yang jauh lebih terasa ketimbang installment sebelumnya.
Di installment ini, Nia Vardalos sebenarnya lebih berfungsi sebagai narator ketimbang pengisi porsi karakter utama. Jadi tak heran jika penampilannya masih kalah dibandingkan pasangan Michael Constantine-Lainie Kazan sebagai Gus-Maria yang memang berhasil menjadi daya tarik utama, ataupun aktris muda, Elena Kampouris, sebagai Paris. Untung saja penampilan fisik Nia terlihat jauh lebih menarik, cantik, dan langsing ketimbang penampilannya di installment pertama. Andrea Martin sebagai Aunt Voula lagi-lagi menjadi screen stealer yang menggelitik lewat humor-humor seksnya yang terkesan nakal tapi bijak. Terakhir, jangan lewatkan penampilan Alex Wolff (adik aktor Paper Towns, Natt Wolff) sebagai Bennett, yang meski singkat namun cukup berkesan.
MBFGW2 mungkin tak begitu menunjukkan terlalu banyak detail desain produksi seperti installment pertama yang lebih punya urgensi sebagai ‘perkenalan’, tapi bukan berarti desain produksi yang dulu pernah membuat kita jatuh cinta menjadi absen. Sinematografi Jim Denault dan editing Mark Czyzewski mungkin tak begitu istimewa selain sekedar pas untuk genre komedi romantis keluarga. Scoring Christopher Lennertz dan pemilihan lagu, seperti All of Medari John Legend yang begitu familiar dan diletakkan pada momen yang begitu representatif, serta theme song Even More Mine dari Rita Wilson, semakin memberi nilai tambah untuk nuansa kekeluargaan yang manis dan hangat.
Secara keseluruhan, tak adil memang jika harus membandingkan MBFGW2 dengan predecessor-nya. Jika installment pertama lebih ke perkenalan dan pemaparan konflik utamanya, installment kedua ini lebih sebagai sebuah update keadaan karakter-karakter yang sudah berhasil diperkenalkan ke penonton di installment sebelumnya, alias sebuah reuni. Jadi tak heran jika MBFGW2 will work at its best untuk penonton yang sudah menyaksikan dan mencintai installment pertamanya. Maka saya sangat menyarankan untuk menonton seri pertamanya dulu. Jika tidak, maka Anda tidak akan paham guyonan Windex atau “there you go” yang dilontarkan oleh Gus. Bagi penonton seri pertamanya, MBFGW2 menawarkan sebuah reuni yang semakin lucu, manis, dan hangat, bak menjadi bagian dari keluarga Portokalos, meski minus ke-solid-an cerita dari installment pertama. Ah, tapi ketika Anda sudah begitu akrab dengan karakter-karakternya serta sudah lama tak Anda temui, kebersamaan dengan mereka sudah menjadi obat rindu yang sangat manjur bukan?
0 Response to "The Jose Flash Review My Big Fat Greek Wedding 2"