Penggemar martial arts mana yang tak kenal sosok Yip-Man? Lebih dikenal sebagai guru dari legenda martial art Hong Kong, Bruce Lee, namanya semakin populer menjadi ikon martial art Hong Kong era 2000-an setelah dibuatkan film yang disutradarai oleh Wilson Yip, Ip Man, tahun 2008 lalu, sekaligus menobatkan Donnie Yen sebagai aktor ikoniknya, setara Wong Fei Hung versi Jackie Chan maupun Jet Li di era masing-masing. Sukses secara kritik dan komersial membuatnya dilanjutkan lewat Ip Man 2 tahun 2010 yang meski dipuji lebih baik daripada predesesornya oleh Donnie Yen, namun angka box office-nya tak sebesar seri pertama. Selain itu, muncul pula versi lain dari sosok Yip Man yang tak boleh diremehkan, seperti The Legend is Born: Ip Man (2010), Ip Man: The Final Fight (2013), dan dari Wong Kar-wai dengan pendekatan arthouse, The Grandmaster(2013). Donnie Yen sendiri sempat menyatakan tidak tertarik untuk terlibat dalam proyek film apapun yang berkaitan dengan Ip Man, tapi kenyataan sebaliknya, entah faktor apa. Donnie kembali memerankan Yip Man lewat Ip Man 3 yang dirilis tahun 2015 dan lagi-lagi diklaim sebagai seri terakhir Ip Man yang dibintangi Donnie.
Jika Ip Man menceritakan awal mula Yip Man mengembangkan aliran Wing Chun di Foshan dan bersetting penjajahan Jepang, serta Ip Man 2 menceritakan hijrah Yip Man ke Hong Kong bersetting pendudukan Inggris, maka Ip Man 3melanjutkan kehidupan low profie Yip Man dan keluarganya, sang istri, Cheung Wing-Sing dan putra sulungnya, Ip Ching, di Hong Kong. Tiba-tiba saja kedamaian daerahnya terusik ketika ada gembong yang menyerang sekolah Ip Ching. Tujuannya memaksa sekolah itu untuk dijual. Yip Man dan murid-muridnya pun berinisiatif untuk bergiliran menjaga sekolah siang dan malam. Toh gembong yang diketahui dipimpin oleh Ma King Sheung ini masih saja tak henti menyerang sekolah. Usut punya usut Ma adalah kaki tangan pemilik bisnis properti asal Amerika bernama Frank dan punya klub pertarungan bawah tanah.
Siapa sangka salah satu teman Ip Ching, Cheung Fung, adalah putra dari salah satu penganut aliran Wing Chun yang punya ilmu cukup tinggi. Demi mengumpulkan uang dan membuka perguruan sendiri, Cheung Tin Ching bersedia menjadi kaki tangan Ma King Sheung. Perseteruan antara Yip Man dan Cheung Fung tak sampai di sana saja, karena Cheung juga terobsesi untuk merebut gelar pendekar Wing Chun terbaik di Hong Kong dari Yip Man. Sementara itu perhatian Yip Man terpecah karena keadaan Wing Sing.
Menggabungkan fakta-fakta historis dan kisah fiktif, Ip Man 3 sebenarnya tak banyak berbeda, semacam perpaduan plot dari dua film pendahulunya. Melawan tirani penguasa, mempertahankan gelar pendekar Wing Chun terbaik dengan pertarungan lintas aliran martial arts, kesemuanya adalah formula klasik film martial arts, tak hanya Ip Man. Secara garis besar ada 3 sub-plot utama yang ditawarkan di seri ini; Yip Man vs Ma King Sheung dan Frank, Yip Man vs Cheung Tin Ching, dan romansa antara Yip Man dan istrinya, Wing Sing. Meski ketiganya sebenarnya berjalan secara paralel dan bersinggungan, namun ada beberapa part yang membuat ketiganya menjadi berjalan sendiri-sendiri secara bergantian. Rasa ini semakin terasa dengan terselesaikannya masing-masing subplot yang secara bergantian pula. Tentu rasa terbagi-bagi dalam fragmen-fragmen yang terpisah ini membuat alur cerita Ip Man 3 terasa agak tersendat-sendat dan kurang seimbang. Untung saja masing-masing sub-plot ini menyuguhkan adegan-adegan yang cukup mengesankan. Lihat saja adegan-adegan pertarungan kroyokan antara kubu Yip Man dan Ma King Sheung yang kesemuanya breathtaking dan jaw dropping, pertarungan yang ditunggu-tunggu antara Yip Man dan Frank (Mike Tyson), serta pertarungan puncak antara Yip Man dan Cheung Tin Ching, dan kepedihan yang tak terasa melodrama berlebihan antara Yip Man dan Wing Sing. Lihat saja bagaimana Ip Man 3 menghadirkan adegan Yip Man sedang meluangkan waktu untuk belajar berdansa saat sedang ada tantangan penting dari Cheung. Romansa ini jelas menjadi penutup yang manis dan berkesan dari kisah Ip Man versi Wilson Yip (jika benar-benar menjadi film terakhir), yang tidak ditampilkan secara khusus di seri-seri sebelumnya.
Sejak kemunculan pertama kali, Donnie Yen sudah sangat melekat dengan sosok Yip Man. Meski saya tidak begitu menyukai performanya yang terkesan sangat kalem sebagai seorang pendekar martial art, harus diakui Donnie Yen punya kharismanya sendiri dalam menghidupkan karakter Yip Man. Begitu juga chemistry antara Donnie dan Lynn Hung (Cheung Wing Sing) yang menurut saya masih dingin-dingin saja. Untung saja kali ini mereka dibekali adegan-adegan manis dan menyentuh untuk menutup dengan kesan manis. Zhang Jin sebagai Cheung Tin-Chi berhasil mengimbangi kharisma Donnie selain performa martial art yang tak kalah mengesankannya. Dilematis sebagai karakter yang mengundang simpati ataupun villain yang dibenci penonton, berhasil dihadirkan. Terakhir, tentu saja kehadiran Mike Tyson sebagai Frank yang tak terlalu banyak namun jelas memberikan kesan tersendiri.
Sadar punya pertarungan-pertarungan bela diri memukau sebagai komoditas utama, Ip Man 3 tidak tanggung-tanggung untuk menaikkan level dan kadarnya. Dengan menyewa koreografi kawakan yang sudah banyak berkiprah di Hollywood, Yuen Woo-Ping, semua adegan pertarungan, baik yang one-on-one maupun keroyokan, terasa begitu fantastis. Menegangkan sekaligus tampak indah dan dengan ritme yang begitu enak diikuti. Tentu ini didukung pula oleh sinematografi yang pas merekam tiap detail pertarungan dari Kenny Tse dan editing Cheung Ka-Fai yang juga membuat ritme setiap adegan, terutama adegan-adegan pertarungannya, terasa bertenaga sekaligus mengalir lancar. Detail sound effect ditambah penggunaan fasilitas surround yang dimanfaatkan maksimal, membuat tata suara Ip Man 3patut mendapat kredit tersendiri dalam keberhasilan menghidupkan tiap adegan. Terakhir, score dari Kenji Kawai yang turut membuat flow film begitu hidup dan beremosi.
In the end, Ip Man sudah menjadi franchise yang tetap bakal membuat banyak fans-nya berbondong-bondong memadati bioskop. Tak muluk-muluk, bisa menyaksikan adegan-adegan pertarungan fantastis yang breathtaking dan jaw dropping, sudah lebih dari cukup. So meski tak sampai jadi penutup yang spektakuler, jika Anda termasuk golongan ini dan tak keberatan dengan familiar plot di sub-genre-nya, Ip Man 3 tetap jadi sajian yang tak boleh dilewatkan.
Lihat data film ini di IMDb.
0 Response to "The Jose Flash Review Ip Man 3 (葉問3)"